Sambil menjinjing dua sepatu sneaker di dalam kantungnya, Riksa (31)
berjalan perlahan menuju salah outlet jasa cuci sepatu di Pasar Santa,
Jakarta Selatan, Sabtu (17/1/2015).
Tak lama setelah mendaftarkan
kedua sepatunya ke outlet tersebut, Kompas.com menghampirinya untuk
menanyakan alasan menggunakan jasa cuci sepatu tersebut. "Saya pernah
mencoba bersihin tapi ga pernah bersih. Jadi bersyukur ada jasa cuci
sepatu gini," ujar Pria asal Cilandak ini.
Ia bercerita, kedua
sepatunya sudah menjadi korban dari aksinya dalam mencuci sepatu
sendiri. "Kendala sendiri itu teknik bersihinnya enggak tahu, pernah
sepatu suede saya bersihin lama-lama jadi berbulu. Sama sepatu leather
juga gitu, bersihin sendiri, warnanya jadi redup," jelas Riksa sembari
tertawa kecil.
Belakangan ini, jasa cuci sepatu menjadi
perbincangan yang hangat di kalangan anak muda. Khususnya ketika tren
sepatu sneaker/running mulai muncul kembali ke permukaan di medio tahun
2014. Terlihat dari munculnya sejumlah komunitas lari di bilangan
Jakarta maupun Bandung.
Momen ini ternyata membuka peluang bagi
sejumlah orang untuk membuka bisnis jasa cuci sepatu. Dian Maya (27) CEO
dari Shoe Bible yang bermarkas di Pasar Santa ini bercerita bahwa ia
mencium peluang bisnis ini ketika salah satu sepatunya rusak akibat
dimasukkan ke laundry umum.
"Sepatu saya kan banyak dengan bentuk
yang beragam. Lalu saya masukkin ke laundry baju. Kemudian ada satu
sepatu yang spesifik jadi rusak. Akhirnya cari tahu cara bersihin sepatu
seperti apa," jelas Dian yang bersama 2 orang temannya mendirikan Shoe
Bible sejak Oktober 2014 lalu.
Menurut Dian, membersihkan sepatu
tidak bisa disamakan dengan mencuci baju. Karena mulai dari sabun hingga
sikat harus mempunyai spesifikasi khusus. "Sepatu itu luar biasa
kompleksnya, ada bagian yang kecil itu bersihinnya pakai sikat yang
kecil, bisa pakai 3 sikat yang berbeda, dan dilap dengan microfibre
towel, dan waktu pengerjaannya makan waktu yang cukup lama," jelas Dian.
Hal
ini senada dengan perkataan salah satu pemilik jasa usaha cuci sepatu
Sneaklin, yaitu Brian Pattipeilohy (25) bahwa tidak semua bagian dari
sepatu boleh disikat. "Saat lo nyikat sepatu banyak yang enggak bisa
disikat. Bahkan ada yang enggak bisa lo sikat ke kiri lalu ke kanan.
Dari teknik pencuciannya juga beda," kata Brian yang juga bersama kedua
temannya memulai bisnis ini sejak Maret tahun lalu.
Omzet Bak Durian Runtuh
Bak
durian jatuh, keduanya mengaku respon dan hasil yang diperoleh mereka
melebih ekspektasi. Dalam sebulan mereka bisa menerima 300 sepatu dengan
rata-rata harga jasa cuci per sepatu Rp 85.000 atau jika di total bisa
mencapai Rp 25 juta per bulan.
"It's beyond everybody expectation.
Kita ga nyangka akan secepat ini pertumbuhannya. Bisa 350 pasang
sebulan dikali rata-rata harga jasa Rp 70.000 dan itu belum termasuk
dari penjualan sabun swasher dan cleaning kit dari Shoe Bible," jelas
Dian.
Sementara untuk Sneaklin sendiri tidak jauh berbeda. Menurut
Brian, dalam sehari mereka bisa menerima 10 sepatu dalam 1 outlet. Saat
ini mereka (Sneaklin) mempunya 4 outlet yang sebagian besar buka setiap
hari. "Pertama ga ekspektasi bakal rame, selama satu bulan ternyata
bisa 10-15 sepatu sehari. Sekarang jumlah sepatu per bulan di 1 outlet
rata-rata 250 sepatu. Saat ini Sneaklin punya outlet di Bandung,
Senopati, Pondok Indah, dan di sini (Pasar Santa)," jelas Brian.
Konsumen awam
Salah satu kendala dalam bisnis mencuci ini antara lain konsumen yang masih kurang percaya kepada produk lokal.
"Kadang
banyak yang membandingkan dengan sabun impor. Banyak yang lebih percaya
barang mahal dan internasional. Tapi seiring berjalannya waktu
lama-lama mereka percaya juga dengan sabun produksi kita," kata Dian.
Selain
itu menurut Brian, kendala lainnya adalah meyakinkan konsumen bahwa
mencuci sepatu tidak bisa instan. Menurut dia, banyak konsumen yang
meminta selesai dalam jangka waktu yang singkat. Padahal, kata dia,
waktu adalah aspek penting dalam pembersihan sepatu.
"Komunikasi
sama customer paling berat, banyak yang naruh sepatu 3 hari minta
selesai. Soalnya waktu itu ngaruh banget, terlalu cepat hasilnya gak
akan se-perfect kalau tidak terburu-buru," jelas Brian.
Meski
demikian keduanya optimistis, bisnis jasa cuci sepatu masih akan terus
berkembang. Pasalnya, menurut Dian, selain tren sneaker yang masih
digemari konsumen, daya beli masyarakat terhadap sepatu juga makin
besar.
"Sneaker ini masih naik animonya, bahkan runway di Eropa
dan Amerika Serikat pakai sneaker. Apalagi sekarang beli sepatu bisa
perbulan orang, tidak seperti dulu kalau beli cuma pada waktu tertentu
saja misalkan lebaran atau masuk sekolah," jelas Dian.
Sumber :
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/10/0617004/Meraup.Omzet.Puluhan.Juta.Rupiah.dari.Bisnis.Cuci.Sepatu